EMBARAN.CO — Kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2024 di Kabupaten Tangerang, masih terus bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang.
Merembet dari awalnya hanya ditetapkan 2 orang oknum operator Desa sebagai tersangka, yang kemudian disusul oleh penetapan tersangka seorang oknum operator di DPMPD Kabupaten Tangerang, sampai akhirnya 2 orang Kepala Desa di Kecamatan Sepatan Timur pun ikut diperiksa.
Persoalan ini pun terus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, seperti diungkapkan Ketua LSM Geram Banten Indonesia, yang menganggap semua yang terjadi tidak dapat lepas dari tanggung jawab para camat di wilayah.
Apalagi lanjut Alamsyah, perilaku korup ini merugikan negara sampai angka yang diduga mencapai Rp. 6,7 miliar. Dirinya menganggap bahwa seharusnya penyimpangan ini sudah bisa terdeteksi pada akhir tahun 2024 hingga awal Januari 2025, saat kegiatan Rekonsiliasi Laporan Keuangan Desa Triwulan IV.
“Keterlibatan sejumlah desa dalam kasus ini, seharusnya tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab para camat” tegas Alamsyah kepada awak media, Sabtu 15 Februari 2025.
Hal ini lanjut dia, merujuk pada Pasal 82 ayat (1) Peraturan Bupati Tangerang Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dimana di dalamnya menyebutkan, bahwa Kepala Desa wajib menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi APB Desa kepada Bupati, melalui Camat pada setiap akhir tahun anggaran.
Aktivis senior Kabupaten Tangerang itu pun merasa heran, bagaimana korupsi dengan angka yang sangat besar ini bisa lolos dari pengawasan pihak kecamatan.
“Tentunya ini jadi pertanyaan sendiri bagi semua orang, apa peran mereka. Namun yang jelas, para Camat harus bertanggung jawab, mereka memiliki peran penting dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa” tegasnya.
Sangat tidak bertanggung jawab menurutnya, jika ternyata yang menjadi masalah adalah camat di wilayah masing-masing, belum memahami dan memverifikasi secara menyeluruh penggunaan dana desa di wilayahnya, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Kasi Binwas nya.
“Ini kan harus menjadi bahan evaluasi untuk semua, jangan sampai pemeriksaan berkas pengajuan hanya melihat angkanya saja, lalu disetujui” tambahnya.
Saat ini kita diberikan fakta yang jelas, bahwa lemahnya pengawasan dan ketidakcermatan dalam mereview laporan keuangan desa, berpotensi menjadi celah terjadinya penyelewengan dana desa.
“Ini jelas menunjukkan adanya kelalaian atau bahkan kemungkinan keterlibatan oknum yang bermain,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan