TANGERANG – Pemberhentian kasus dugaan pidana pemilu yang menyeret nama Calon Legislatif (Caleg) Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan oleh Sentra Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) masih menimbulkan pertanyaan.

Aktivis senior Kabupaten Tangerang, Alamsyah mengatakan keputusan dari Sentra Gakkumdu untuk memberhentikan kasus tersebut seolah dipaksakan. Padahal, sejumlah barang bukti pelanggaran yang dilakukan Zulfikar sudah jelas, seperti penggunaan plat nomor dinas Polri, serta Alat Peraga Kampanye (APK) yang dibagikan ke warga di Kecamatan Sukamulya, berupa Kaos dan Kalender.

“Kan bukti sudah jelas, pakai kendaraan berplat dinas Polri, terus dipakai untuk bagikan APK,” katanya, Kamis (4/1/2024).

Lanjutnya, meski Zul berdalih mobil miliknya itu dibawa Sopir dan tertinggal rombongan yang sedang berkampanye ke wilayah Kecamatan Kresek. Namun, katanya secara logika tidak mungkin Sopir tanpa adanya perintah berbelok jauh ke wilayah Sukamulya untuk membagikan APK kepada warga disana.

Padahal, Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) Kampanye sudah jelas lokasinya.

“Kalau berbicara logika gak masuk, STTP Kampanye sudah jelas di Kresek, dan tidak mungkin Sopir Pribadi inisiatif sendiri tanpa ada perintah” ucapnya.

Alam juga mempertanyakan pembacaan hasil keputusan Sentra Gakkumdu yang hanya dilakukan oleh Bawaslu dan tidak dihadiri tiga unsur lainnya, yakni dari Kepolisian dan Kejaksaan. Kemudian terkait sanksi yang diberikan berupa pemotongan Kampanye selama 7 hari di wilayah Kecamatan Sukamulya, menurutnya hanyalah kebijakan yang dibuat-buat.

“Itu bukan sanksi, kalau ia mengacu kepada peraturan Pemilu yang mana?, Itu cuma kebijakan. Mereka ini setengah hati menangani dugaan kasus Pidana Pemilu Zulfikar,” imbuhnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menyatakan keputusan Sentra Gakkumdu yang menyatakan Zulfikar Hamonangan tidak terbukti melanggar Pidana Pemilu soal kasus bagi-bagi APK dengan menggunakan mobil berplat Polri sangat janggal.

Menurutnya, kasus ini seharusnya ditangani secara serius karena merusak nama baik institusi Polri. Pasalnya menurut Adib walau mobil itu milik orang politik tetapi saat masyarakat melihat ada mobil berplat Polri membagikani APK mereka langsung menganggap bahwa institusi Polri tidak netral dalam pelaksanaan pemilu ini.

“Jika Gakkumdu tidak mampu menjadi wasit yang tegas dalam Pemilu, saran saya lebih baik bubarkan saja. Buat apa ada dan memakan dana APBD yang besar jika tak mampu menjadi wasit yang baik dan tegas,” tandasnya. (Der)