EMBARAN.CO Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten fraksi partai PPP Musa Weliansyah, menilai bahwa mantan Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al-Muktabar sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab, atas kisruh di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten.

Hal ini kata dia, bisa dilihat dari adanya usulan perubahan status lahan dari hutan lindung magrove ke hutan produksi perkotaan yang diduga dibuat oleh dirinya sendiri.

Padahal lanjut Musa, usulan seperti ini harus dilakukan pengkajian secara menyeluruh dengan melibatkan sejumlah pihak, mulai dari tenaga ahli, tim teknis terkait, dinas terkait dan tentunya Sekretaris Daerah (Sekda).

“Saya lihat suratnya, dimana surat tersebut tidak ada paraf Sekda, maka diduga kuat surat itu dibuat sendiri oleh Al Muktabar” kata Musa Weliansyah kepada awak media, Jum’at 31 Januari 2025.

Apalagi kata Musa, ternyata ada perjanjian antara Pj Gubernur Banten Al-Muktabar dengan direktur PT. Mutiara Intan Permai, yang merupakan anak perusahaan dari PT. Agung Sedayu Group (ASG), soal alih fungsi lahan hutan lindung menjadi hutan produksi atau perkotaan untuk PIK2.

“Ada perjanjian PJ Gubernur Al Muktabar dengan Direktur PT Mutiara Intan Permai, yang mana perusahaan tersebut anak cabang dari perusahaan Agung Sedayu Group” tegasnya.

“Ini ada apa dengan Al Muktabar, makanya saya desak Kejagung untuk periksa Al Muktabar, dia harus bertanggungjawab” imbuhnya.

Dirinya menuturkan bahwa proses alih fungsi lahan ini tentu harusnya melibatkan berbagai pihak, apalagi Pemerintah Kabupaten Tangerang sebagai yang punya wilayah.

Dimana menurut dia, alih fungsi lahan ini bermula dari usulan yang disampaikan Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Provinsi Banten, yang kemudian diusulkan kepada Kementerian terkait.

Anggota DPRD Provinsi Banten dari fraksi partai PPP itu menuturkan bahwa bukan hanya Al Muktabar yang harus bertanggung jawab. Dirinya mengaku telah mengantongi sejumlah nama, yang diduga terlibat dalam persoalan di pesisir pantai Tangerang ini.

Mulai dari nama mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Kepala Kantor BPN Kabupaten Tangerang, Kepala Desa serta sejumlah oknum pengacara pada salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH), yang ikut mengusulkan untuk penggunaan lahan laut yang dulunya dianggap lahan daratan.

“Ada 10 orang yang memberikan kuasa kepada pengacara tersebut mereka juga melayangkan surat ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten” katanya.

Namun lanjut Musa, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten menjelaskan bahwa mereka tidak bisa mengeluarkan izin untuk penggunaan lahan laut tersebut.

Menurut menerangkan, pengacara dari lembaga hukum tersebut dikuasakan oleh 10 orang yang mengklaim punya Letter C dengan luas tanah masing-masing sekitar 15 ribu meter persegi di Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji.

“Yang 10 orang itu warga di Kabupaten Tangerang, by name by address saya punya nama namanya, per orang ada 15 ribu meter persegi itu di Desa Kohod bukan yang ada di hutan lindung. Di sini Ada dugaan pemalsuan letter C,” tegas Musa.